Hari ini saya betemu seorang sahabat. Beberapa hari lalu baru saja ia berulangtahun. Ternyata tak usianya saja yang bertambah, kedewasaannya berkembang lebih cepat dari deret aritmatika. haha.
Kami jarang bertemu. Maklum, ia sedang melanjutkan studi master di Malaysia. Sedangkan saya, menginjakkan kaki di sana saja belum pernah. Saya masih bergelut mengumpulkan niat mengerjakan tugas akhir studi kesarjanaan saya. hehehe. Awalnya kami berencana bertemu kemarin, namun karena kami sama-sama punya agenda lain yang tidak bisa ditinggal, pertemuan pun batal. Hari ini akhirnya kami bertemu juga. Sore saya habiskan dengannya. Meski hanya tiga jam, namun bagi saya pertemuan sore tadi amat berharga.
Banyak sekali hal yang kami bicarakan. Awalnya kami bicara mengenai karir dan rencana beberapa tahun ke depan. Rupanya tujuan kami mengangkat topik itu sama: sama-sama menjajaki kemungkinan untuk berpartner di kemudian hari! hahaha.. Dari sana pembicaraan mengalir begitu saja. Keluarga, kawan lama, juga kesibukan saat ini.
Pembicaraan makin menarik ketika kami membahas marketing. Mulai dari pemasaran blog, hingga konsep brand-archetype. Konsep tersebut ternyata baru saja ia pelajari di studi masternya. Saya sendiri sudah cukup lama berkenalan dengan konsep tersebut berkat salah seorang dosen saya. Kloplah! Dari teori hingga bagaimana kami mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari kami. Kami saling bertukar pikiran tentang teknik-teknik mengelola blog, dari tampilan, pemasaran, sampai meningkatkan keterlibatan pembaca.
Tak lama kami masuk ke topik pelatihan. Mulai dari berbagai pendekatan dalam pelatihan, hingga komparasi pelatihan di Indonesia dan di Malaysia. Kebetulan saat ini ia bekerja di sebuah biro pelatihan di Malaysia, sedang saya sedang menjadi tim inti sebuah proyek pelatihan se-DKI Jakarta. Kami sepakat, rasanya ada kesalahkaprahan dalam penerapan konsep experential learning pada pelatihan-pelatihan mainstream di Indonesia. Sedang minimnya evaluasi sebuah program pelatihan ternyata menjadi PR baik di Indonesia maupun di Malaysia. Pelatihan masih cenderung dipandang sebagai program instan yang langsung tampak hasilnya. Tanpa diuji keefektifannya secara komprehensif.
Cukup lama juga kami membahas mengenai Muhammad Yunus dan microfinancing-nya. Mulai dari bagaimana suksesnya program tersebut di Bangladesh, hingga analisa mengapa program tersebut gagal diadaptasi berbagai NGO dan LSM di Indonesia. Ia juga menceritakan bagaimana salah satu LSM di Malaysia menerapkan microfinancing dengan sukses. Tingkat pengembalian pinjaman tinggi. Sustainabilitas terjaga. Perbaikan kesejahteraan targetnya pun benar-benar terjadi.
Masih banyak lagi hal-hal lain yang kami bahas, meski tak terlalu mendalam. Tentang transportasi publik di Jakarta. Tentang simbiosis mutualisme LSM dan program CSR perusahaan dalam dunia pendidikan di Malaysia. Tentang outsourcing. Tentang isu TKI. Tentang fundraising kegiatan kemahasiswaan (kami sama-sama aktif di organisasi kemahasiswaan semasa kuliah). Tentang http://khanacademy.org/. Tentang wajib militer di Singapur dan Korea. Dan masih banyak lagi. Oh ya, dia juga memberi tips pada saya cara membagi peran dan waktu dengan baik. Sederhana memang, tapi akan segera saya praktikkan karena saya rasa saya sangat butuh itu. hehe.
Meski cuma tiga jam, saya cukup puas bisa meluangkan sore ini dengan sahabat saya tersebut. Sayang memang, kami gagal bertemu dengan salah seorang teman kami yang lain. Sebenarnya kami sudah janjian di sebuah pusat perbelanjaan. Sayang, ada kesalahan teknis yang membuat kami gagal bertemu. Ah, padahal saya yakin pertemuan kami akan jauh lebih berbobot jika teman kami itu turut serta! hihihi.
Ya, sampai jumpa di pertemuan berikutnya!
Sungguh tidak sabar datangnya kesempatan untuk berkerja bersama suatu hari nanti! hehehe.Jakarta, 1 Juni 2011
Okki Sutanto.