Catatan Pribadi.
#Tulisan ketujuh, hari kedelapan.
Saya sering bermain di tepi garis kematian (baca: deadline). Baik ketika mengerjakan tugas perkuliahan, organisasi, maupun pekerjaan-pekerjaan lainnya. Bukan karena saya suka, tapi karena saya terbiasa. Sekuat apa pun saya coba mendorong diri saya mengerjakan sesuatu jauh dari deadline, lebih sering saya menemukan diri saya berjibaku dengan pekerjaan di detik-detik terakhirnya. Begitu pun ketika menulis.
Tepat seminggu yang lalu saya berjanji pada diri saya sendiri untuk menulis satu tulisan per hari. Untungnya janji tersebut lumayan sukses membuat saya rajin menulis. Tapi, setiap harinya saya selalu baru mulai menulis ketika hari sudah nyaris berakhir, ketika saya sudah nyaris mampir di garis kematian. Lihat saja tulisan-tulisan saya seminggu belakangan:
1. Banyak Mau Versus Ga Punya Mau (Catatan Pribadi) | 20 April 2011 | Selesai ditulis Pukul 22:31
2. Menyoal Film Tanda Tanya (Ketikan Pinggir) | 21 April 2011 | Selesai ditulis Pukul 23:33
3. Bom Gereja (Cerpen) | 22 April 2011 | Selesai ditulis Pukul 22:02
4. Saat Malam Membunuh Teman-temannya (Prosa) | 23 April 2011 | Selesai ditulis Pukul 19:21
5. Tiket Sekali Jalan (Prosa) | 24 April 2011 | Selesai ditulis Pukul 22:56.
6. Besok! (Cerpen) | 25 April 2011 | Selesai ditulis Pukul 23:14
Dari enam tulisan, lima di antaranya baru selesai selepas pukul sepuluh malam. Hanya tulisan keempat yang selesai ditulis lebih awal, sekitar pukul tujuh malam. Apakah kali itu saya tidak mendekati garis kematian? Nyatanya tidak. Tulisan itu saya selesaikan pukul 19:21, karena sembilan menit kemudian saya sudah harus meluncur ke gereja, mengikuti misa Sabtu Suci. hehehe.
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan sebenarnya saya selalu menulis di ambang batas waktu yang saya miliki. Saya tahu kebiasaan tersebut tidak selalu bagus. Dan semalam saya merasakan ketidak-bagusannya. Saat saya baru ingin mulai menulis selepas pukul sepuluh malam, rasa kantuk menyerang dahsyat. Saya memutuskan untuk tidur sebentar, barang sepuluh-lima belas menit. Pada dunia ideal, saya akan terbangun sekitar pukul setengah sebelas, lalu mulai menulis dan sekitar pukul sebelas tulisan tersebut akan saya poskan di blog dan facebook. Pada dunia nyata, saya baru terbangun keesokan harinya, dan tulisan di hari ketujuh pun terbengkalai.
Tidak enak rasanya ada satu hari yang bolong dalam rangkaian satu-hari-satu-tulisan saya. Sangat tidak enak. Rasanya seperti seorang koruptor yang mengingkari sumpahnya sendiri untuk bekerja demi bangsa dan negara, bukan justru plesiran ke negeri tetangga bersama keluarga dengan dalih studi banding. Ya, setidak enak itu rasanya. Tapi saya juga sadar, ke depannya belum tentu saya akan hidup jauh-jauh dari garis kematian. Lagi-lagi, bukannya saya suka. Saya belum terbiasa hidup jauh dari garis kematian, meski saya sedang berusaha membiasakannya.
Jika berpegangan pada teori Operant Conditioning, cara terbaik untuk membentuk perilaku adalah dengan reinforcement dan punishment. Dan karena saya sudah memunculkan suatu perilaku yang tidak diinginkan (tidak menepati janji menulis satu tulisan per hari), maka saya memutuskan untuk menghadiahi diri saya sendiri dengan punishment: MENGHASILKAN TIGA TULISAN UNTUK HARI INI! Meski saya suka menulis, namun menghasilkan tiga tulisan dalam satu hari membutuhkan perjuangan ekstra. Apalagi bagi penari di tepi garis kematian seperti saya.
Sanggupkah saya? Entahlah. Di penghujung hari ini jawabannya akan muncul. Dan semoga saja jawabannya adalah IYA. Semoga juga ke depannya saya bisa semakin menjauhi garis kematian tersebut, khususnya tidak harus bergulat dengan skripsi di garis kematian batas studi saya. Amin.
Jakarta, 27 April 2011.
Okki Sutanto | http://octovary.blogspot.com
((Tulisan ini didedikasikan bagi orang-orang yang mungkin pernah saya repotkan karena kebiasaan saya bermain di tepi garis kematian, juga bagi para pejuang garis kematian lainnya))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar